Sambut golden sunrise gunung prau (part – 2)

30 Desember 2013

Tidur dialam terbuka memang sangat berbeda dengan dikamar yang beralaskan kasur empuk. Di dalam tenda ini kami hanya beralaskan matras dan harus menahan dingin dalam dekapan sleeping bag. Angin yang cukup kencang sejak tadi sore hingga pagi buta ini membuat tidur kami kurang nyenyak. Apalagi sekitar pukul 04.00 WIB rintik air dari kondensasi kabut pagi itu turun membasahi tenda. Beruntung hanya sebentar saja rintik hujan tsb.

Saya yang sangat kedinginan saat itu. Sampai dibuat menggigil tubuh ini. Tenda yang ditempati Ndo dan Reza mengalami masalah, hampir ambruk saat itu karena tidak sanggup mungkin untuk menahan angin semalaman, maklum saja karena menggunakan single frame yang baru pertama kali itu kami gunakan. Ndo dan Reza pun diungsikan ke tenda lainnya.

Masih gelap pagi itu pukul 05.00 WIB, matahari pun tak kunjung muncul. Saya yang mulai bangun hanya meringkuk dalam tenda saja  karena angin diluar masih cukup kencang. Ditenda sebelah terdengar Reza sedang beraksi masak-masak air didalam tenda yang kebetulan memiliki teras yang aman memungkinkan untuk masak-masak. Sambil sesekali mengintip ke arah matahari muncul, Reza mengajak kami untuk beranjak dari hangatnya tenda. “Sunrise dull” serunya. Agak malas sebenarnya harus keluar dengan angin yang masih kencang tapi harus kami paksakan, sudah sejauh ini sangat sayang jika hanya dilewatkan untuk bermalas-malasan dalam tenda saja.

Bergegas lah saya setelah solat subuh sejenak, melengkapi tubuh ini dengan jaket dan sarung tangan. Membawa beberapa cemilan untuk dimakan sambil menikmati golden sunrise serta kamera untuk mengabadikan momen penting ini. Melangkahlah mulai keluar tenda, brrr…. luar biasa dingin nya. Tapi siapa sangka lukisan alam mulai menyambut kami. Masih cukup gelap saat itu tapi terlihat samar2 siluet jajaran gunung sindoro-sumbing serta awan-awan hitam sisa hujan semalam.

Sambil menunggu pasukan rayap yang lainnya keluar dari tenda, saya mencoba mengambil gambar. Mengintip sedikit kebawah sebelah barat terlihat lampu-lampu kecil di Kawasan dieng masih menyala. Sementara sisi timur mulai terdapat guratan-guratan orange matahri yang mencoba menembus awan pagi itu. Pasukan rayap pun sudah siap, dan sepertinya view kita untuk menikmati golden sunrise perlu bergeser sedikit. Kami mulai melangkah berjalan menuju bukit teletubies sekaligus memanaskan tubuh dengan bergerak setelah istirahat semalaman. Masih menghembuskan angin saja pagi itu, sambil menahan dingin kami berjalan mencari spot yang tepat. Setelah melewati antara bukit2 kami menunjuk 1 tempat puncak bukitan yang sepertinya bagus untuk menikmati sunrise.
image

image

Sampailah kami, satu persatu mulai mengeluarkan gaya andalannya didepan kamera. Sambil diburu sang matahari yang perlahan naik menampakkan sinarnya. Subhanallah, betapa indahnya alam ini. Sempat terpatung sejenak menyaksikan sekeliling. Menikmati cemilan sebungkusan Chita-Tiiit(Sensor). Para pasukan rayap membuka banner yang iseng-iseng kami buat bertuliskan “Pendakian Unyu Mt.Prau” yang terinspirasi dari salah satu artikel acuan kami yang membawa sampai sejauh ini. Ndo dengan banner Electronic City nya (Sponsor). Reza, Qubil & Bonay dengan banner Giant nya (Sponsor juga). Sementara Dabenk dan Cemonk dengan bendera Belerang (KPA yang mencoba terkenal dan eksis dengan semua tentang kentut dan keindahannya).
image

Waktu pun menunjukkan sudah pukul 07.00 WIB dan saatnya kami kembali ke tenda untuk packing lalu turun, karena masih banyak tempat yg menarik disekitaran dieng yg ingin kami kunjungi. Rencananya Pukul 09.00 WIB nanti kita akan mulai perjalanan turun. Kabut pagi itu sangat tebal ketika kami sampai di tenda. Sangat cepat cuaca berganti, praktis membuat kami bermalas-malasan kembali dalam tenda. Reza yang sedang bersemangat didampingi Cemong sebagai asisten mencoba melakukan atraksi masak-masaknya. Menu nya Roti bakar isi telur dadar bertabur sosis, disambut segelas teh hangat.

Agak malas untuk memulai packing-packing barang, tapi harus kami lakukan. Cuaca masih saja berkabut tebal, sekeliling kami radius 10 meter hanya terlihat Putih. Saat packing-packing, tiba-tiba datang serombongan orang yang mendaki juga. Lalu kami saling sapa dan berbincang-bincang ringan, menyempatkan juga berfoto bersama.

Tepat pukul 08.45 WIB kami mulai berjalan meninggalkan pucuk prau. Ditengah dekapan kabut yang sejak pukul 07.00 WiB tadi turun. Beruntung kami sempat menikmati golden sunrise tadi pagi. Langkah-langkah kecil pun kembali menjajakan kaki nya menuju peradaban. Kami melakukan perjalanan turun dengan rute yang sama saat naik tadi. Di perjalanan sebelum tower kami di sirami rintik air kondensasi, saya pikir ini hanya sebentar saja maka tidak perlu memakai jas hujan. Lalu benar saja tidak lama rintik air berhenti terbawa angin. Sampai di tower kami istirahat sejenak, menghabiskan segenggaman coklat cha-cTittt (sensor).

Hujan pun turun selepas kami tidak jauh berjalan dari tower. Saya meyakini ini benar-benar hujan karena sekeliling sudah di selimuti awan Putih maka kami bergegas mengenakan jas hujan. Dan sepanjang perjalanan turun kami ditemani dengan hujan. Ada kejadian lucu disini (mendekati bahaya sebenarnya), pasukan rayap Dabenk terpeleset dengan posisi kepala dibawah kaki diatas. Namun dia langsung berdiri kembali dan tertawa, diikuti komandan Reza menertawainya. Perlu konsentrasi dan focus memang saat melewati jalanan setapak saat hujan seperti ini.

Pukul 10.30 WIB kami satu per satu berkumpul di sekolahan SMPN 2 Kejajar untuk berteduh. Hujan tidak kunjung berhenti sampai pukul 11.00 WIB, lalu kami paksakan saja untuk turun ke Jalan raya yang rencananya akan mencari kendaraan yang dapat kami carter untuk mengantarkan ke candi lalu ke terminal wonosobo. Sesampainya di pertigaan Jalan Raya kami berteduh di Pangkalan ojek karena hujan sepertinya semakin deras. Disitu saya tergoda akan asap yang mengebul dari panic salah satu gerobak mie ayam bakso, langsung lah tanpa berlama-lama saya dan Ima memesan 2 porsi. Sementara yang lain berpencar mencari pernak-pernik souvenir gunung prau ke basecamp Dieng.

Hujan masih turun sampai selesai semangkuk mie ayam baso saya lahap. Sepertinya kondisi ini memaksa kami tidak bisa bergerak kemana-mana lagi. Sambil sesekali Ndo menyambung pembicaraan dengan penduduk yang dapat membantu mencarterkan kendaraan. Sangat mahal sekali, seorang tukang ojek menawarkan Rp 650.000 untuk sewa 1 mobil keliling diantarkan kemana saja 1 hari. Menurut kami itu terlalu mahal. Akhirnya diputuskan kami akan langsung meluncur ke terminal wonosobo saja, tapi sebelumnya saya dan Ima mencari beberapa oleh-oleh untuk dibawa. Ndo pun mengikuti, menyebrang ke toko oleh-oleh khas dieng bersama kami. Yang kami cari yaitu Carica (Sejenis Manisan yang dikemas dalam botol Sale/Cup) dan Kentang.

Setelah berbelanja oleh-oleh, kami mendapatkan “Bintang Carica” kemasan cup 250gr 1 dus isi 6 cup seharga Rp 30.000,- Namun ternyata saya mendapati toko sebelah yang lebih murah dan rasanya lebih nikmat Carica Merk “Candi Bima” seharga Rp 25.000,- Heummm lumayan merugi Rp 5.000,- dari toko yang pertama.

Perjalanan pulang ke terminal Wonosobo pun kami lakukan dengan menumpang bus kecil seharga Rp 12.500,- per orang. Masih penasaran sebenarnya dengan tempat-tempat yang menarik lainnya disekitar komplek Dieng seperti Telaga Warna, Candi Arjuna dan Kawah Sikidang. Tapi kami harus segera kembali ke Bekasi karena beberapa dari kami tanggal 31 desember 2013 esok hari harus mulai bekerja kembali. Saya duduk dibangku belakang saat itu. Ndo dan Reza didepan menemani sang Driver berbincang-bincang. Sementara yang lain berpencar ditengah seperti layaknya bus milik sendiri. Ketika baru sebentar berjalan, tiba-tiba bus berhenti di depan salah satu rumah yang ramai dengan stiker-stiker. Dan ternyata sang driver mempersilahkan pasukan rayap yang sedang mencari souvenir di Basecamp Patak Banteng tsb. Yang seharusnya menjadi titik awal pendakian kami kemarin. Bonay dan Qubil yang sangat bersemangat mencari kaos bertuliskan Gunung Prau tapi ternyata stok sedang habis. Akhirnya hanya membeli beberapa stiker dan gantungan kunci. Setelah itu bus pun melanjutkan perjalanannya menuju terminal wonosobo. Sebenarnya trayek bus ini tidak masuk/melalui terminal, tetapi berkat kesepakatan sebelum naik bus ini dengan driver menyetujui akan mengantarkan kami sampai terminal.

Pukul 14.00 WIB kami tiba di terminal wonosobo. Sangat bersih, rapih dan tidak banyak calo sehingga membuat kami nyaman bersantai-santai dahulu sambil mencari tiket bus. Kami tertuju pada salah satu PO saat itu yaitu Dieng Indah. Menanyakan harga tiket ke bekasi yang di bandrol Rp 95.000,- (eksekutif AC seat 2-2) Rp 90.000,- (bisnis AC seat 3-2) dan Rp 80.000,- (patas ekonomi seat 3-2). Akhirnya kami pikir-pikir terlebih dahulu karena ongkos kami sangat sudah membenkak dari perkiraan. Saya pun menawarkan untuk mencoba bertanya ke Po yang lain dahulu karena waktu kita masih santai. Biasanya bus-bus dari terminal wonosobo ini yang menuju ke jakarta dan sekitarnya berangkat pada pukul 16.00 WIB. Saya dan Reza pun bergerak menuju PO sinar jaya dan mendapatkan tiket menuju bekasi Rp 85.000,- (bisinis AC seat 3-2) berangkat pukul 16.00 WIB rencananya.

Masih banyak waktu yang kami punya sambil menunggu naik ke Bus. Pasukan rayap pun menyempatkan bersih-bersih diri/mandi di toilet terminal yang bisa dibilang cukup terawat. Ima dan Ndo berangkat terlebih dahulu menuju pemandian tsb. Sementara yang lain nya bersantai-santai di warung kopi. Tidak lama Giant advnture team yg terdiri dari Bonay, Qubil dan Reza melakukan aksi blusukan di terminal. Entah , ingin kemana mereka, yang spertinya masih penasaran mencari kaos bertuliskan Dieng atau Prau di pasar malam didepan terminal yang sempat terlihat dari minibus sebelum masuk tadi. Saya Cemonk dan dabenk berdiam ngopi-ngopi dan ngeteh-ngeteh di warung sambil menjaga barang-barang.

Satu jam berlalu dari pukul 14.00 WIB 2 wanita pasukan rayap pun selesai beritual di kamar mandi. Cukup betah sepertinya. Kemudian bergantian satu persatu kami membersihkan diri. Sampai juga pukul 16.00 WIB maka kami bersiap menuju ke bus. Setelah menemukan bus yang akan mengantarkan kami pulang ke bekasi kami langsung naik dan ternyata masih kosong penumpang. Dan bus  tidak tepat waktu berangkat, kami pun menunggu sampai pukul 17.00 WIB baru bus beranjak dari terminal. Memang tidak penuh betul bus yang kami naiki itu. Kami yang berada di barisan/blok belakang bisa leluasa pindah-pindah tempat duduk dan menselonjorkan kaki lalu tidur.

Sepanjang perjalanan pasukan rayap hanya tertidur pulas, tidak ada cerita yang menarik lagi. Semua terbuai dalam mimpinya bisa berada di telaga, candi arjuna dan sikidang karena belum sempat kesana. Mungkin suatu saat nanti kita akan kembali dengan suasana dan pasukan yang berbeda. Bus merapat ke terminal bekasi sekitar 04.30 WIB. Lalu kami melanjutkan ke Kranji menumpang angkot 05A.

Selesai.
Next trip 3150 mdpl
image

Ringkasan Ongkos per orang:
Berangkat
Kranji – Terminal Bekasi Rp 5.000
Terminal Bekasi – Terminal Purwokerto Rp 100.000
Terminal Purwokerto – Wonosobo Rp 20.000
Wonosobo –  Dieng Rp 20.000
Pulang
Dieng – Terminal Wonosobo Rp 12.500
Terminal Wonosobo – Terminal Bekasi Rp 85.000
Terminal Bekasi – Kranji Rp 5.000

Categories: Uncategorized | Tag: , | Tinggalkan komentar

Di intip sunset dieng dari pucuk gunung prau (part-1)

Sudah rindu rasanya untuk kembali berpetualang. Di penghujung tahun ini terlintas dipikiran saya untuk melakukan kembali perjalanan bersama-sama teman. Semula tercetus ide untuk mendaki gunung Gede yang letaknya tidak jauh dari domisili kami. Namun, setelah kami booking untuk melakukan pendakian tersebut pada 30 desember 2013 ternyata jalur pendakian ditutup terakhir 29 desember 2013 praktis menggagalkan rencana kami. Karena sudah terlanjur mengambil cuti kerja pada 30-31 desember 2013 ini, sayang rasanya jika hanya dihabiskan di dalam rumah atau berkeliling dihiruk-pikuk kota saja. Berkat sebuah artikel yang saya baca dari sebuah website, membuat saya tertegun sejenak melihat foto-fotonya dan banyaknya wisata alam yg dapa di nikmati dari tempat ini. Dan saya pun mulai meracuni teman-teman untuk mengarahkan hatinya untuk melakukan perjalanan akhir tahun ini ke Gunung Prau.

Gunung Prau yang termasuk dalam Kawasan Dieng Plateu berada di perbatasan antar 3 kabupaten yaitu Wonosobo, Batang dan Kendal. Setelah membaca referensi transportasi dan jalur, kami memilih untuk melalui jalur terdekat dari wonosobo kemudian menuju Kawasan dieng dan memilih jalur trekking via patak banteng.
Tiba saatnya, hari itu sabtu tanggal 28 desember 2013 kami mulai disibukkan dengan ritual packing-packing. Menurut saya, ritual packing ini sangat penting sebelum melakukan perjalanan yang jauh, apalagi traveling ke gunung prau ini termasuk ke luar dari peradaban. Maka perlu diperhitungkan segala perlengkapan dan perbekalan yang harus kami bawa.

Pukul 18.00 WIB pasukan (*baca:teman-teman) 8 orang yaitu Reza, Ndo, Dabenk, Cemonk, Qubil, Bonay, Ima dan Saya sudah berkumpul. Rencana nya kami akan bertolak dari Kranji setelah Solat Magrib, sambil melengkapi dan merapihkan packing di keril. Perjalanan kami mulai dengan menggunakan angkot 05A meluncur ke terminal Bekasi dengan ongkos Rp 5.000,- per orang.

Sesampainya di terminal bekasi pasukan kami mencari tempat yang aman dahulu dari terkaman para calo. Dan kemudian saya dan Dabenk mulai mencari tiket bus menuju Wonosobo, berharap masih ada bus yang dapat mengantarkan kami sampai ke tujuan. Ternyata salah perkiraan kami untuk membeli tiket bus on the spot seperti sekarang ini, kondisi terminal saat itu ramai dengan penumpang yang akan menghabiskan liburannya di kampung halaman, maklum saja karena bertepatan dengan libur anak sekolah. Setelah muter-muter mencari PO terdengar oleh Dabenk ada seorang calo yg menawarkan tujuan Purwokerto. Bergegas saya dan Ndo sebagai bank berjalan kami mendekati loket yang menjual tiket tsb. Ke wonosobo dapat ditempuh jg melalui Purwokerto dengan menyambung kembali nantinya menggunakan bus kecil ¾. Tanpa pikir panjang bus yang bisa jadi satu-satunya menuju ke Purwokerto malam itu dari terminal Bekasi kami beli seharga Rp 100.000,- per orang. Memang agak mahal, tapi mau bagaimana lagi, kondisi terminal saat itu sedang ramai penumpang jadi siapa cepat dia dapat.

Pukul 21.00 wib bus yang kami percayakan untuk mengantar ke Purwokerto pun beranjak bertolak dari terminal Bekasi. Bus bantuan ber-merk ‘Kemang Pratama Feeder’ yang biasa mengantar dengan rute Kemang – Blok M. Bangku 3-2 terisi penuh depan sampai belakang dengan semburan AC yang dapat diberikan jempol dingin nya, seakan melatih tubuh kami dengan dekapan dingin hawa dieng nanti.

Sesampainya di terminal Purwokerto pukul 07.30 WIB tanggal 29 desember 2013. Belum juga menapakkan kaki dengan benar di terminal sudah beberapa calo mendekati dan menawarkan ke berbagai tujuan. Namun, saya memilih untuk bersantai-santai dulu diterminal dan tidak perlu terburu-buru karena banyak bus yang menuju wonosobo. Kami pun menyempatkan untuk bersih-bersih diri, cuci muka & buang hajat. Kemudian dilanjutkan dengan sarapan pagi dari bekal yang dibungkuskan untuk diperjalanan sebenarnya, tapi baru sempat kami buka dan beruntung masih bagus. Acara makan bersama di emperan terminal pun digelar. Selamat makannnn…

image

Pukul 09.30 WIB saya dan Reza mulai bergerak mencari bus wonosobo. Sebelum tawar menawar saya menanyakan pada pedagang warung kopi terlebih dahulu mengenai perkiraan ongkos bus menuju wonosobo. Menurutnya berkisar antara Rp 25.000 s/d 20.000 dan kemungkinan bisa Rp 20.000 per orang jika rombongan seperti kami ini. Dan kami pun mendapati bus ¾ dengan ongkos yg sesuai dikatakan pedagang tadi. Langsunglah kami pasukan rayap naik bus melanjutkan 2-3 jam perjalanan kembali.

Ada yang unik dari bus trayek Purwokerto – wonosobo ini, beberapa kali sang sopir mengangkat HP nya untuk berkordinasi dengan bus lain yang 1 trayek dan mengendarainya layaknya balapan F1. Hampir beberapa kali dibuat syok jantung yang membuat kami tidak dapat tidur dengan tenang.

Sekitar Pukul 11.30 WIB kami sampai di wonosobo, kita tidak turun di terminal. Langsung ditunggu oleh angkot Kuning yang rupanya sudah dikordinasikan dengan kenek bus ¾ tadi sepertinya. Tawar menawar harga, akhirnya disepakati lah dengan sang sopir angkot untuk mengantarkan kami sampai ke patak banteng dengan ongkos Rp 20.000 per orang. Lalu kami duduk manis kembali di angkot untuk melanjutkan kurang lebih 1 ½ jam perjalanan. Dan betapa terkejutnya ternyata sang sopir tidak tau basecamp patak banteng yang rencananya sebagai titik awal kami melakukan pendakian. Oh iya, sebagai informasi pasukan rayap 8 orang ini belum ada yang pernah ke gunung prau ini, hanya berdasarkan referensi artikel di internet dan banyak bertanya dengan penduduk sekitar.

Sampailah kami diantarkan ke pertigaan Dieng, yang menurut mas sopir memang biasa mengantarkan sampai di tempat ini untuk menuju ke sekitar wisata dieng. Sempat kebingungan sebenarnya kami disini. Reza dan Dabenk pun bertanya pada penduduk setempat juga beberapa orang setelan pendaki yang membawa keril. Dan ternyata basecamp patak banteng sudah terlewati. Namun, penduduk setempat dan pendaki tadi mengatakan bisa juga melalui jalur Dieng ini. Akhirnya kami memutuskan untuk turun dari angkot.

Sebelum memulai pendakian, saya, Ndo dan Ima berbelanja ria dulu untuk membeli makan siang dan perbekalan yang kurang. Tertujulah pada warung kecil yang menjajakan nasi campur dengan pilihan lauk yang khas dieng. Dan harap waspadai lauk yang menggunakan cabe-cabean, konon cabe dieng terkenal super pedas. Dibungkuslah 6 Nasi dan Lauk terpisah (kerupuk, kerang balado, ayam goring, tumisan sayur lupa namanya, dan ikan lupa namanya juga) seharga Rp 63.000,-. Setelah selesai berbelanja kami berjalan sedikit menuju sekolahan SMP Negeri 2 Kejajar yang menurut penduduk menjadi acuan jalur pendakian ke gunung prau.

Karena perut sudah mulai kelaparan maka sebelum masuk hutan di halaman Gedung SMPN 2 Kejajar ini pasukan rayap membongkar makanan yg dibeli tadi. Dan benar saja udang balado membuat beberapa dr kami kepedasan. 4 Bungkus nasi yang di bongkar tuntas sudah, lalu siap melakukan pendakian pada pukul 14.30 WIB saat itu.

image

Berjalan melewati perkebunan kentang milik penduduk, dengan cuaca yang cukup bersahabat. Terlihat jelas jalur yang kami lewati, melipir sedikit bukit, lalu melewati punggungan dengan berpatokan pada tower yang dapat dilihat menurut penduduk dengan catatan cuaca sedang bagus.

Setelah berjalan 30 menit kita akan menemukan gapura perbatasan vegetasi hutan dengan perkebunan. Sangat cantik terbuat dari susunan bambu-bambu. Kami menyempatkan berfoto-foto sejenak dan berpapasan dengan 2 orang ibu-ibu perkasa yang sedang menggendong kayu-kayu dan ranting. Pendakian kami lanjutkan dan tidak lama setelah 15 menit berjalan kami mendapati pos 1 dengan tempat duduk berbentuk L, kami pun menyempatkan duduk dan menyapa bertanya pendaki yang baru saja turun. Dan memang cukup jelas jalurnya. Sekitar 2 jam perjalanan perkiraan sampai di tower.

Setelah meracik minuman “Kuku Bim-Tiit (sensor)” perjalanan pun kami lanjutkan untuk mencapai pos 2 yang diperkirakan berjarak 1 jam berjalan normal/santai. Melipir melewati hutan pinus dan sesekali menanjak cukup terjal menguras keringat sehingga mengharuskan beberapa kali langkah ini terhenti. Tidak jauh selepas pohon pinus yang berdiri tegak tinggi berjajar rapi kami dipertemukan dengan pos 2. Disini kami menemukan percabangan jalur. Tergambar di plat kaleng yang menunjukkan ke kanan (menanjak) menuju puncak/pos 3 dan ke kiri (turun) menuju dieng. Pos 2 ini terdapat patok perbatasan antara 2 kabupaten wonosobo dan batang.

image

Tidak lama kami berhenti di pos 2 pukul 16.15 WIB saat itu lalu melanjutkan perjalanan ke pos 3 (tower pemancar yang dapat terlihat sekilas namun kemudian tertutup kabut. Semakin terjal jalur yang kami lalui, beberapa kali memaksa kami harus berhenti untuk menghela nafas. Sampai 30 menit berlalu menapaki anak tangga alam ini tiba lah di kumpulan tower repeater milik beberapa kabupaten dan radio.

Pukul 17.00 wib kira-kira saat itu menyempatkan sejenak untuk solat ashar dijamak juga dengan zuhur yg belum sempat kami lakukan tadi siang. Perjalanan pun kami lanjutkan dan Reza mendapati sepasang cowo-cowo, eh? Maksudnya 2 orang pendaki jantan yang mendirikan tenda tidak jauh dari tower. Kami pun menyempatkan ngobrol-ngobrol sejenak dan berfoto sesi. Dan kami mendapatkan petunjuk dari 2 orang tadi, untuk mencapai bukit teletubies (orang-orang menyebutnya begitu karena ada kemiripan dengan serial anak-anak tahun 2000an lalu itu) memerlukan 1 jam perjalanan, bergegas lah kami agar tidak terkena malam saat mendirikan tenda.

Cukup berkabut perjalanan sore itu, 30 menit berjalan kami terhenti di puncakan salah satu bukit. Saya dan Reza mencoba menyelidiki lembahan dibawah apakah dapat mendirikan tenda disana. Sementara yang lain menunggu sambil berfoto-foto menantikan sunset yang mulai mengintip dari gerombolan awan. Mencari-cari lokasi yang pas untuk bermalam saat itu dengan view bagus saat mata terbuka esok pagi. Saya dan Reza pun mendapati kalau lembahan itu yang dikatakan bukit teletubies. Kami pun mengambil keputusan untuk mendirikan tenda tempat dimana teman-teman menunggu tadi karena view nya dan efisiensi waktu turun kembali nanti melalui jalur itu lagi. Dari kejauhan pun saya meneriaki Dabenk dkk untuk membuka tenda. Beruntung kami saat itu cuaca sedang bersahabat. Mendapati sunset yang orange digumuli ombak awan. Sambil menahan dingin yang mulai menusuk kulit kami mendirikan tenda membuat nya senyaman mungkin.

image

Ada 3 tenda yang kami dirikan untuk 8 orang. Gelap pun semakin menyelimuti sekitar kami. Pasukan Rayap mencoba melakukan aksi masak2 nya. Menyempatkan saya menengok ke atas langit. Wow, luar biasa cerah saat itu, bintang-bintang bermunculan kelap-kelip. Sebentar saja menikmatinya diluar tenda karena angin cukup kencang saat itu yang membuat jari2 ini membeku rasanya. Kami tutup tenda lalu tidurrr… menyambut esok pagi semoga beruntung mendapati golden sunrise.

bersambung

Categories: hiking, travelling | Tag: , | Tinggalkan komentar